BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Keberhasilan suatu usaha budidaya ikan tidak lepas dari masalah
penyakit dan parasit ikan.Meskipun jarang terjadi pada kolam-kolam yang terawat
dengan baik, wabah penyakit dan parasit yang menyerang ikan dapat menimbulkan
kerugian besar bagi petani ikan.Hal ini karena sering menyebabkan kematian ikan
secara massal.
Adapun organisme penyebab penyakit dan parasit yang biasa
menyerang ikan umumnya berasal dari golongan jamur, bakteri, virus dan hewan
invertebrata.
Sebenarnya
kerugian yang timbul karena adanya serangan penyakit dan parasit dapat
dihindari dengan pengelolaan kolam yang baik.Apabila kebersihan kolam, kualitas
dan kuantitas air terpelihara dengan baik, kemungkinan terjadinya serangan
penyakit atau parasit pada ikan yang dibudidayakan sangatlah kecil.
Untuk mengatasi timbulnya masalah penyakit dan parasit pada ikan
peliharaan, ada baiknya kita mengetahui bagaimana cara terjangkit maupun
penularan penyakit dan parasit terhadap ikan.
Meskipun usaha pencegahan telah dilakukan dengan sungguh-sungguh
seringkali ikan masih terserang penyakit maupun parasit. Hal ini mungkin
disebabkan karena adanya proses pembusukan di kolam, baik terhadap kotoran
hasil metabolisme maupun sisa makanan. Adanya sampah atau zat-zat buangan yang
masuk ke kolam juga dapat memperburuk kondisi perairan.
Padat
penebaran yang terlalu tinggi, kondisi ikan yang lemah atau kualitas makanan
yang kurang memenuhi persyaratan dapat juga membantu perkembangan penyakit
maupun parasit.Untuk mencegah penyerangan penyakit atau parasit ke seluruh ikan
yang dipelihara, perlu diketahui secepat mungkin tanda-tanda terjangkitnya.
1.2
Maksud dan Tujuan
Maksud dari kegiatan praktikum
pengendalian hama dan penyakit ikan dengan menggunakan garam (NaCl) dan Kalium
permanganate (KMnO4) ini yaitu diantaranya :
ü Mengetahui seberapa kuat ikan bisa
bertahan terhadap pemberian kadar garam (NaCl) sebanyak 10 ppt, 20 ppt, dan 30
ppt lalu dengan pemberian kalium permanganate (KMnO4) sebanyak 2 ppm, 4 ppm dan
6 ppm.
ü Bagaimana respon atau tingkah laku
ikan dengan diberikan garam (NaCl) dan Kalium permanganat (KMnO4) dengan kadar
yang berbeda pada masing-masing sampel ikan.
ü Mengetahui kadar yang tepat untuk
pengobatan pada ikan sampel
Tujuan dari praktikum pengendalian hama dan penyakit ikan
dengan menggunakan garam (NaCl) dan Kalium permanganat (KMnO4) yaitu untuk
mengetahui pemberian kadar garam (NaCl) dan Kalium permanganate yang tepat
untuk pengobatan ikan sampel dengan melihat dari respon ikan dan tingkah laku
ikan terhadap materi uji sampel yaitu garam (NaCl) dan Kalium permanganate
(KMnO4).
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Usaha pencegahan telah banyak dilakukan
dengan sungguh-sungguh, namun bukan berarti penyakit tidak lagi menyerang ikan
budidaya.Sampai saat ini, masih juga ikan yang terserang penyakit maupun
parasit. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya proses pembusukan di kolam,
baik terhadap kotoran hasil metabolisme maupun sisa makanan atau adanya sampah
atau zat-zat buangan yang masuk ke kolam yang juga dapat memperburuk kondisi
perairan.
Padat
penebaran yang terlalu tinggi, kondisi ikan yang lemah atau kualitas makanan
yang kurang memenuhi persyaratan dapat juga membantu perkembangan penyakit
maupun parasit.Untuk mencegah penyerangan penyakit atau parasit ke seluruh ikan
yang dipelihara, perlu diketahui secepat mungkin tanda-tanda terjangkitnya.
2.1 Ikan sampel
Ikan sampel yang digunakan dalam
kegiatan praktikum pengendalian hama dan penyakit ikan ini yaitu Ikan
Mas (Cyprinus carpio)
2.1.1.Klasifikasi
Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Tubuh ikan mas agak memanjang dan memipih tegak (compressed). Mulut terletak di ujung tengah (terminal) dan dapat
disembulkan (protaktil). Bagian enterior mulut terdapat 2 pasang sungut. Secara umum, hampir seluruh
tubuh ikan mas ditutupi oleh sisik. Sisik ikan mas berukuran relatif besar dan
digolongkan dalam sisik tipe sikloid. Selain itu, tubuh ikan mas juga
dilengkapi dengan sirip. Sirip punggung (dorsal) berukuran relatif panjang
dengan bagian belakang berjari-jari keras dan sirip terakhir, yaitu sirip
ketiga dan sirip keempat, bergerigi. Linea
lateralis (gurat sisi) terletak di pertengahan tubuh, melintang dari tutup
insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor. Pharynreal teeth (gigi kerongkongan) terdiri dari baris yang
berbentuk gigi geraham.Secara umum, ikan mas mempunyai sifat-sifat sebagai
hewan air omnivora yang lebih condong ke sifat hewan karnivora. Dalam ilmu
taksonomi hewan, Klasifikasi ikan mas adalah sebagai berikut
Filum :
Chordata
Induk
Kelas : Pisces
Kelas : Osteichtyes
Anak
Kelas : Actinopterygii
Bangsa : Cypriniformes
Anak
Bangsa : Cyprinoidei
Suku : Cyprinidae
Marga : Cyprinus
Jenis : Cyprinus carpio L.
2.1.2.
Klasifikasi Ikan lele (Clarias gariepinus)
Menurut
Najiyati (1992), dalam Rustidja (1997) bentuk luar ikan lele
dumbo yaitu memanjang, bentuk kepala pipih dan tidak bersisik. Mempunyai sungut
yang memenjang yang terletak di seitar kepala sebagai alat peraba ikan.
Mempunyai alat olfactory yang terletak berdekatan dengan sungut hidung .
Penglihatannya kurang berfungsi dengan baik. Ikan lele dumbo mempuyai 5 sirip
yaitu sirip ekor, sirip punggung, sirip dada, dan sirip dubur. Pada sirip dada
jari-jarinya mengeras yang berfungsi sebagai patil, tetapi pada lele dumbo
lemah dan tidak beracun. Insang berukuran kecil, sehingga kesulitan jika
bernafas. Selain brnafas dengan insang juga mempunyai alat pernafasan tambahan
(arborencent) yang terletak padainsang bagian atas.
Sebagaimna
halnya ikan dari jenis lele, lele dumbo memiliki kulit tubuh yang licin,
berlendir, dan tidak bersisik. Jika terkena sinar matahari, warna tubuhnya
otomatis menjadi loreng seperti mozaik hitam putih. Mulut lele dumbo relatif
lebar, yaitu sekitar ¼ dari panjang total tubuhnya. Tanda spesifik lainnya dari
lele dumbo adalah adanya kumis di sekitar mulut sebanyak 8 buah yang berfungsi
sebagai alat peraba. Saat berfungsi sebagai alat peraba saat bargerak atau
mencari makan (Khairuman, 2005).
Menurut Sanin
(1984) dan Simanjuntak (1989) dalam Rustidja (1997)
klasifikasi ikan lele dumbo adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Sub Kingdom
: Metazoa
Class
: Pisces
Sub Class
: Teleostei
Ordo
:
Ostariophysoidei
Sub Ordo
: Siluroidea
Family
: Claridae
Genus
: Clarias
Spesies
: Clarias
gariepinus
2.2 Hama dan
penyakit ikan
Di dalam melakukan kegiatan budi
daya, pengendalian hama dan penyakit sangat di perlukan untuk mencegah
terjadinya kerugian oleh pembudi daya dan kerugian bagi orang banyak akibat
mutu rendah dan penyakit yang menyerang. Untuk itu perlu di lakukan
pemberantasan hama dan penyakit dengan baik, terutama pada saat pengolahan
tanah pada tambak.
Adanya hama di dalam tambak sangat
merugikan bagi para pembudi daya dan spesies itu sendiri. Untuk itu para
pembudi daya juga perlu memahami lebih dalam jenis – jenis hama yang dapat
mengganggu, merusak bahkan memangsa spesies yang di budi dayakan. Dengan di
ketahuinya jenis – jenis hama tersebut maka pembudi daya dapat mencegahnya atau
memberantasnya dengan memberi obat sesuai dengan jenis hama yang di ketahui.
Begitu pula dengan penyakit, yang sangat merugikan sekali bagi pembudi daya
karena adanya suatu penyakit dapat menyebabkan ikan / udang mati secara
mendadak dalam jangka waktu yang singkat.
Ikan dikatakan sakit bila
terjadi kelainan baik secara anatomis yaitu terjadi kelainan bentuk bagian- bagian
pada tubuh ikan seperti bagian kepala, badan, ekor, sirip dan perut pada ikan,
maupun secara biologis yaitu terjadi kelainan fungsi organ pernafasan,
pencernaan, sirkulasi darah dan lain sebagainya, sehingga mengganggu seluruh
proses metabolisme pada tubuh ikan
Dengan menggunakan teknik sampling
adalah cara untuk mendiagnosa mencari penyakit ikan untuk penanganan ikan sakit
sehingga kita tidak perlu mengambil atau meneliti seluruh ikan untuk
mengetahui ikan terserang penyakit.
Hama merupakan hewan pengganggu ikan
peliharaan, yang menyerang fisik dengan cara melukai atau memakan mangsanya,
bisa berupa pemangsa (predator), penyaing (kompetitor), dan perusak sarana budi
daya. Hama mempunyai ukuran yang besar (makroskopis), yaitu dapat dilihat
dengan mata. contoh : kepiting, ular, burung, ikan-ikan karnivora.
Penyakit ikan dapat didefinisikan
sebagai segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan suatu fungsi atau
struktur dari alat tubuh atau sebagian alat tubuh, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
2.3 Garam ikan (NaCl)
Benda berupa kristal
berwarna putih ini sudah sangat lama dikenal oleh para akuaris. Keberadaannya
bukan merupakan hal yang asing, bahkan boleh dikatakan kehadiran benda ini
seolah sudah menjadi bagian terintegrasi dengan hobi ikan hias. Garam yang
dimaksud adalah garam NaCl, yaitu garam seperti yang kita kenal pada umumnya
sebagai garam dapur dalam kehidupan sehari-hari. Rupa dan rasanya sama.
Perbedaan utama antara garam ikan dengan garam dapur atau garam meja adalah
pada kemurniannya.
Garam ikan diharapkan hanya
mengandung NaCl saja, karena kehadiran bahan lain pada garam ini dikhawatirkan
akan mempunyai dampak yang tidak diinginkan pada ikan yang bersangkutan.
Sedangkan garam dapur sering telah mengalami pengkayaan dengan berbagai bahan
lain yang diperlukan oleh manusia, seperti Iodium, atau bahan lainnya. Oleh
karena itu sering kali secara umum disebutkan bahwa garam yang digunakan untuk
ikan adalah garam tidak beriodium. Iodium sendiri tentu saja diperlukan oleh
ikan, akan tetapi kehadiran bahan lain yang tidak diketahui dengan pastilah
yang menimbulkan kekhawatiran akan menyebabkan dampak yang tidak diinginkan.
Apabila tidak terlalu mendesak maka penggunaan garam yang memang sudah
dikhususkan untuk ikan akan lebih aman. Meskipun demikian banyak dilaporkan
bahwa penggunaan garam beriodiumpun tidak menyebabkan dampak merugikan pada
ikan-ikan yang diberi perlakuan.
Ikan , dalam hal ini ikan air tawar,
di dalam air ibarat sekantung garam. Ikan harus selalu menjaga dirinya agar
garam tersebut tidak melarut, atau lolos kedalam air. Apabila hal ini terjadi
maka ikan yang bersangkutan akan mengalami masalah. Secara umum kulit ikan
merupakan lapisan kedap, sehingga garam didalam tubuhya tidak mudah “bocor”
kedalam air. Satu-satunya bagian ikan yang berinteraksi dengan air adalah
insang.
Air secara terus menerus masuk
kedalam tubuh ikan melalui insang. Proses ini secara pasif berlangsung melalui
suatu proses osmosis yaitu, terjadi sebagai akibat dari kadar garam dalam tubuh
ikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan lingkungannya. Sebaliknya garam akan
cenderung keluar. Dalam keadaan normal proses ini berlangsung secara seimbang.
Peristiwa pengaturan proses osmosis dalam tubuh ikan ini dikenal dengan sebutan
osmoregulasi. Tujuan utama osmoregulasi adalah untuk mengontrol konsentrasi
larutan dalam tubuh ikan. Apabila ikan tidak mampu mengontrol proses osmosis
yang terjadi, ikan yang bersangkutan akan mati., karena akan terjadi ketidak
seimbangan konsentrasi larutan tubuh, yang akan berada diluar batas toleransinya.
Pada saat ikan sakit, luka, atau
stress proses osmosis akan terganggu sehingga air akan lebih banyak masuk
kedalam tubuh ikan, dan garam lebih banyak keluar dari tubuh, akibatnya beban
kerja ginjal ikan untuk memompa air keluar dari dalam tubuhnya meningkat. Bila
hal ini terus berlangsung, bisa sampai menyebabkan ginjal menjadi rusak (gagal
ginjal) sehingga ikan tersebut tewas. Selain itu, hal ini juga akan diperparah
oleh luka dan atau penyakitnya itu sendiri. Dalam keadaan normal ikan mampu
memompa keluar air kurang lebih 1/3 dari berat total tubuhnya setiap hari.
Penambahan garam kedalam air diharapkan dapat membantu menjaga ketidak
seimbangan ini, sehingga ikan dapat tetap bertahan hidup dan mempunyai
kesempatan untuk memulihkan dirinya dari luka, atau penyakitnya. Tentu saja
dosisnya harus diatur sedemikan rupa sehingga kadar garamnya tidak lebih tinggi
dari pada kadar garam dalam darah ikan. Apabila kadar garam dalam air lebih
tinggi dari kadar garam darah, efek sebaliknya akan terjadi, air akan keluar
dari tubuh ikan, dan garam masuk kedalam darah, akibatnya ikan menjadi
terdehidrasi dan akhirnya mati.
Pada kadar yang tinggi garam sendiri
dapat berfungsi untuk mematikan penyakit terutama yang diakibatkan oleh jamur
dan bakteri. Meskipun demikian lama pemberiannya harus diperhatikan dengan
seksama agar jangan sampai ikan mengalami dehidrasi.
Pemberian garam termasuk aman bagi
ikan, asal diberikan dengan dosis yang sesuai. Selain itu juga aman bagi
manusia.
Seperti disebutkan sebelumnya, garam
akan membantu menyeimbangkan kembali proses osmoregulasi dan memicu daya tahan
tubuh ikan terhadap penyakit yang dideritanya.
Sampai tahap tertentu diketahui
garam mampu memblokir efek nitrit. Nitrit dalam air dapat terserap kedalam
system peredaran darah ikan, sehingga darah berubah menjadi kecoklatan.
Kehadiran nitrit akan menyebabkan kemampuannya untuk membawa oksigen menjadi
menurun, sehingga pada kondisi kelebihan nitrit sering terjadi “penyakit darah
coklat”. Dengan adanya garam kejadian demikian bisa dihindari.
Garam mampu membunuh parasit-parasit
bersel tunggal seperti Ich (white spot), jamur dan bakteri lainnya. Terakhir
garam mudah didapat dan mudah dibeli, sehingga bisa tersedia setiap saat pada
waktu diperlukan.
2.4 Kalium permanganat (KMnO4)
Kalium permanganat (PK)
merupakan oksidator kuat yang sering digunakan untuk mengobati penyakit ikan
akibat ektoparasit dan infestasi bakteri, terutama pada ikan-ikan dalam
kolam. Meskipun demikian untuk pengobatan ikan-ikan akuarium tidak
sepenuhnya dianjurkan karena diketahui banyak spesies ikan hias yang sensitif
terhadap bahan kimia ini.
Bahan ini diketahui
efektif mencegah flukes, tricodina, ulcer, dan infeksi jamur. Meskipun
demikian, penggunaanya perlu dilakukan dengan hati-hati karena tingkat
keracunannya hanya sedikit lebih tinggi saja dari tingkat terapinya. Oleh
karena itu, harus dilakukan dengan dosis yang tepat. Tingkat keracunan PK
secara umum akan meningkat pada lingkungan akuarium yang alkalin.
Kalium permanganat
tersedia sebagai serbuk maupun larutan berwarna violet. Kalium permanganat
(KMnO4) merupakan alkali kaustik yang akan terdisosiasi dalam air membentuk ion
permanganat (MnO4-) dan juga mangan oksida (MnO2) bersamaan dengan
terbentuknya molekul oksigen elemental. Oleh karena itu, efek utama bahan
ini adalah sebagai oksidator.
Dilaporkan
bahwa permanganat merupakan bahan aktif beracun yang mampu membunuh
berbagai parasit dengan merusak dinding-dinding sel mereka melalui proses
oksidasi. Beberapa literatur menunjukkan bahwa mangan oksida membentuk
kompleks protein pada permukaan epithelium, sehingga menyebabkan warna coklat
pada ikan dan sirip, juga membentuk kompleks protein pada struktur pernapasan
parasit ikan yang akhirnya menyebabkan mereka mati. Berbagai review dalam
berbagai literature menunjukkan bahwa kalium permangat dapat membunuh Saprolegnia, Costia, Chilodinella, Ich, Trichodina, Gyrodactylus
dan Dactylogyrus, Argulus, Piscicola, Lernea, Columnaris dan
bakteri lainnya seperti Edwardsiella, Aeromonas, Pseudomonas,
plus Algae dan Ambiphrya.
Mekipun demikian Argulus, Lernea and Piscicola diketahui
hanya akan respon apabila PK digunakan dalam perendaman (dengan dosis:
10-25 ppm selama 90 menit). Begitu pula dengan Costia dan Chilodinella,
dilaporkan resiten terhadap PK, kecuali apabila PK digunakan sebagai terapi
perendaman.
Kalium permangat sebagai
terapi perendaman bersifat sangat kaustik, hal ini dapat menyebabkan
penggumpalan nekrosis (ditandai dengan memutihnya jaringan yang mati) pada
sirip. Kerusakan insang juga dapat terjadi, sehingga dapat menyebabkan
kematian pada ikan beberapa minggu kemudian setelah dilakukan terapi
perendaman. Ikan mas koki, diketahui lebih sensitif terhadap PK sebagai terapi
perendaman dibandingkan dengan spesies lainnya. Dengan alasan-alasan seperti
itu, maka sering tidak direkomendasikan untuk menggunakan PK sebagai
terapi perendaman, dan juga karena efek terapeutiknya tidak lebih baik
dibandingkan dengan terapi terus-menerus dengan dosis 2 - 4 ppm. Kalium
permanganat sangat efektif dalam menghilangkan Flukes. Gyrodactylus dan Dactylus dapat
hilang setelah 8 jam perlakuan dengan dosis 3 ppm pada suatu sistem tertutup.
Penularan kembali masih dapat terjadi, oleh karena itu, direkomendasikan untuk
mengulang kembali perlakuan 2-3 hari kemudian dengan dosis 2 ppm.
Beberapa khasiat lain
dari Kalium permangat yang dilaporkan diantaranya adalah : sebagai
disinfektan luka, dapat mengurangi aeromanoas (hingga 99%) dan
bakteri gram negatif lainnya, dapat membunuh Saprolegnia yang
umum dijumpai sebagai infeksi sekunder pada Ulcer, dan tentu saja sebagai
oksidator yang akan mengkosidasi bahan organik.
Beberapa aplikasi lain
yang biasa dilakukan oleh para hobiis dan akuakulturis adalah menggunakannya
dalam proses transportasi ikan. Konsentrasi kurang dari 2 ppm diketahui
dapat mengurangi resiko infeksi Columnaris dan infeksi bakteri lainnya, serta
membatasi dan menghentikan parasit yang sering menyertai ikan dalam proses
transportasi. Begitu juga transportasi burayak dilaporkan aman dengan
perlakuan kalium permanganat dibawah 2 ppm. Meskipun demikian untuk
burayak dalam kolam tidak dianjurkan untuk menggunakan perlakuan kalium
permanganat. Hal ini tidak ada hubungannya dengan keracunan yang mungkin
terjadi pada burayak, tetapi efeknya justru terhadap kemungkinan berkurangnya
fitoplankton dan makrofit yang dapat menyebabkan burayak menderita
kelaparan.
Untuk jenis Catfish,
perlakuann kalium permanganat sering dianjurkan untuk dilakukan pada
konsentrasi diatas 2 ppm. Meskipun demikian dosis yang aman adalah 2 ppm.
Fungsi lain dari kalium
permanganat dalam akuakultur adalah sebagai antitoxin terhadap aplikasi
bahan-bahan beracun.
Sebagai contoh, Rotenone dan Antimycinsering
digunakan sebagai bahan piscisida, yaitu bahan untuk membunuh ikan hama atau
ikan lain yang tidak dikehendaki. Alih-alih menunggu bahan ini netral
secara alamiah dalam waktu tertentu, kalium permanganat digunakan untuk segera
menetralkan kedua bahan tersebut.
BAB III
METEDOLOGI
3.1 Waktu dan tempat
Kegiatan praktikum pengobatan ikan
sakit dengan menggunakan garam (NaCl) dan Kalium permanganat (KMnO4) dengan
menggunakan ikan sampel ikan nila dan ikan lele ini dilaksanakan pada :
Hari
: Selasa, 14 mei 2013
Waktu
: 13.00 s.d. 16.00 WIB.
Tempat
: Hatcry dan laboratorium departemen
perikanan budidaya PPPPTK Pertanian Cianjur
3.2 Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam
kegiatan praktikum pengobatan ikan sakit dengan garam (NaCl) dan kalium
permanganat (KMnO4) ini yaitu :
Alat
: -
Ember / baskom
-
Aerasi
-
Stopwatch
-
Timbangan
-
Mistar
-
Akuarium
Bahan
: - Ikan sakit yaitu
ikan Nila dan ikan Lele
-
Garam (NaCl)
-
Kalium permanganate (KMnO4)
-
Air
3.3 Prosedur kerja
1.
Pengobatan dengan menggunakan garam (NaCl)
2.
Siapkan alat dan bahan yang diperlukan yaitu menyiapkan 2 buah akuarium yang
telah disekat menjadi 3 bagian.
3.
Timbang obat sesuai dengan dosis yaitu :
Kebutuhan
garam (NaCl) :
a.
10 ppt = 10 gr/L
= 10 gr x 8
L
= 80gr/ 8L
b. 20
ppt
= 20 gr/L
=
20 gr x 10 L
=
1200 gr/ 10 L
c.
30 ppt = 30 gr/L
=
30 gr x 8L
=
240 gr/ 6 L
4.
Homogenkan garam (NaCl) sebanyak 60 gram garam untuk mendapatkan 10 ppt, 120
gram garam untuk mendapatkan 20 ppt dan 180 gram garam untuk mendapatkan 30 ppt
yang dihomogenkan dengan 6 L air dan berilah aerasi pada setiap sekat akuarium.
5.
Masukan ikan nila kedalam akuarium yang di isi oleh air yang telah di
homogenkan dengan larutan garam tadi.
6.
Karena dalam metode ini diakukan perendaman maka biarkan selama 30 menit dan
diamati dari tingkah laku ikan setiap 5 menit sekali.
7. Tulis
dalam tabel pengamatan dari mulai tingkah laku dan fisik ikan setelah melakukan
pengobatan.
8.
Pengobatan dengan menggunakan Kalium permanganate (KMnO4)
9.
Siapkan alat dan bahan yang diperlukan yaitu menyiapkan 2 buah akuarium yang
telah disekat menjadi 3 bagian.
10. Timbang obat sesuai dengan
dosis yaitu :
Kebutuhan
kalium permanganate (KMnO4) :
a.
2 ppm = 2 ppm x 10 L
= 12 ppm
1000
= 2 mg/ L x 10
= 20 mg = 0.02 gr/ 5
= 0,1 gr
b. 4
ppm = 4 ppm x 6 L
= 24 ppm
1000
= 4 mg/ L x
10 L =
40mg = 0.04 gr/ x 5 = 0,2 gr
c.
6 ppm = 6 ppm x 4 L
= 36 ppm
1000
= 6 mg/ L x
4 L
= 24mg = 0,024 gr/ x 5= 0,12
11. Homogenkan Kalium
permanganate (KMnO4) sebanyak 0.036 mg PK untuk mendapatkan 2 ppm, 0.1 mg PK untuk
mendapatkan 4 ppm dan 0.2 mg PK untuk mendapatkan 6 ppm yang dihomogenkan dengan
10 L air dan berilah aerasi pada setiap sekat akuarium.
12. Masukan ikan lele kedalam
akuarium yang di isi oleh air yang telah di homogenkan dengan larutan Kalium
permanganate tadi.
13. Karena dalam metode ini
diakukan perendaman maka biarkan selama 30 menit dan diamati dari tingkah laku
ikan setiap 5 menit sekali.
14. Tulis dalam tabel
pengamatan dari mulai tingkah laku dan fisik ikan setelah melakukan pengobatan.
3.4 Analisa data
Analisa data yang digunakan dalam
kegiatan praktikum ini yaitu melalui pengamatan dalam setiap 5 menit sekali
selama 30 menit, lalu dimasukan data tersebut kedalam tabel pengamatan sebagai
berikut :
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari kegiatan praktikum pengendalian
hama dan penyakit ikan dengan menggunakan garam (NaCl) dan Kalium
Permanganat (KMnO4) di dapatkan hasil sebagai berikut:
Lembar kerja praktikum pengendalian
hama dan penyakit ikan :
Judul praktikum
|
Pengobatan ikan sakit dengan menggunakan garam (NaCl)
|
||||||||||||||||||||||||||||
Tgl/bln/thn Praktikum
|
13/06/2012
|
||||||||||||||||||||||||||||
Lokasi praktikum
|
Departemen Perikanan PPPPTK Pertanian Cianjur
|
||||||||||||||||||||||||||||
Kelompok
|
: IV
Ketua
kelompok : Hendra
Anggota Kelompok :
1. Amril mukminin
2. Raimah
3. Zepanya pratama
|
||||||||||||||||||||||||||||
Alat dan bahan yang digunakan :
Alat :
1.
Baskom
2.
Timbangan
3.
Mistar
4.
Akuarium
5.
Aerator
Bahan :
1.
Ikan Mas
2.
Garan (NaCl)
3.
Air
4.
Tissue
|
|||||||||||||||||||||||||||||
Langkah kerja :
1.
Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2.
Ambilah 9 ekor ikan dan timbanganlah berat ikan Mas
Berat ikan ke- 1 : 110
gr
Berat ikan ke- 2 : 110 gr
Berat ikan ke- 3 : 150 gr
Berat ikan ke- 4 : 150 gr
Berat ikan ke- 5 : 160 gr
Berat ikan ke- 6 : 150 gr
Berat ikan ke- 7 : 90
gr
Berat ikan ke- 8 : 90 gr
Berat ikan ke- 9 : 100 gr
Berat rata-rata
: 123.33 gr
3.
Ukurlah panjang badan dengan menggunakan mistar dari ujung kepala sampai
dengan ujung ekor.
Panjang ikan ke-1 : 17 cm
Panjang ikan ke-2 : 17 cm
Panjang ikan ke-3 : 20,5 cm
Panjang ikan ke-4 : 20 cm
Panjang ikan ke-5 : 20 cm
Panjang ikan ke-6 : 18,5 cm
Panjang ikan ke-7 : 16 cm
Panjang ikan ke-8 : 18 cm
Panjang ikan ke-9 : 17 cm
Panjang rata-rata :
18.22cm
Maka factor kondisi ikan tersebut
yaitu :
K = 100 x M
L 3
M = Berat ikan (gr)
L = Panjang ikan (cm)
Dimana :
K = 100 x 123.33
18.223
= 12333
6084,9808
= 2,0
Maka ikan tersebut termasuk
kedalam ikan sehat
Sesuai dengan penelitian yang
menunjukan bahwa ikan sehat dengan nilai K = 1.9 sedangkan ikan sakit dengan
nilai K = 1.6 dan ikan yang mempunyai nilai K = 1.4 ikan tidak dapat hidup
lagi.
4.
Buatlah larutan garam 10 ppt, 20 ppt, dan 30 ppt. kemudian masukkan larutan
garam tersebut kedalam akuarium yang telah disediakan. Beri kode untuk
akuarium yang berisi larutan garam 10 ppt dengan kode : A, untuk akuarium
yang berisi larutan garam 20 ppt dengan kode : B dan akuarium yang berisi
larutan garam 30 ppt dengan kode : C.
5.
Masukanlah ikan ke-1, ke-2 dan ke-3 kedalam akuarium A, ikan ke-4, ke-5, dan
ke-6 kedalam akuarium B dan ikan ke-7, ke-8 dan ke-9 kedalam akuarium C.
6.
Amati tingkah laku ikan didalam akuarium A, B, dan C kemudian catatlah setiap
perubahan tingkah laku dan kondisi fisik yang terjadi pada ikan setiap 5
menit, sampai selama 30 menit.
Jelaskan hasil pengamatan anda dan buatlah
kesimpulan :
1.
Perlakuan A (10 ppt) : ikan tidak menunjukkan gejala tingkah laku yang
berarti, hal ini menunjukan bahwa pengobatan dengan perendaman 10 ppt (garam)
dan waktu 30 menit ikan mampu bertahan
2.
Perlakuan B (20ppt) : pada perlakuan ini ikan mampu bertahan, namun tidak
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sehingga sering berdiam diri (hanya
mampu dicelup)
3.
Perlakuan C (30ppt) : ikan menunjukan gejala yang berarti, sehingga
menyebabkan ikan stress dan perlakuan ini tidak cocok digunakan
|
Lembar
kerja praktikum pengendalian hama dan penyakit ikan
Judul praktikum
|
Pengobatan ikan sakit dengan menggunakan Kalium Permanganat
(KMnO4)
|
||||||||||||||||||||||||||||
Tgl/bln/thn Praktikum
|
13/06/2012
|
||||||||||||||||||||||||||||
Lokasi praktikum
|
Departemen Perikanan PPPPTK Pertanian Cianjur
|
||||||||||||||||||||||||||||
Kelompok
|
: IV
Ketua
kelompok : Hendra
Anggota Kelompok :
Amril mukminin
Raimah
Zepanya pratama
1
|
||||||||||||||||||||||||||||
Alat dan bahan yang digunakan :
Alat :
1.
Baskom
2.
Timbangan
3.
Mistar
4.
Akuarium
5.
Aerator
Bahan :
1.
Ikan Lele
2.
Kalium Permanganat (KMnO4)
3.
Air
4.
Tissue
|
|||||||||||||||||||||||||||||
Langkah kerja :
1.
Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2.
Ambilah 9 ekor ikan dan timbanganlah berat ikan lele
Berat ikan ke- 1 : 100
gr
Berat ikan ke- 2 : 100 gr
Berat ikan ke- 3 : 90gr
Berat ikan ke- 4 : 100 gr
Berat ikan ke- 5 : 100 gr
Berat ikan ke- 6 : 90 gr
Berat rata-rata :
96,66 gr
3.
Ukurlah panjang badan dengan menggunakan mistar dari ujung kepala sampai
dengan ujung ekor.
Panjang ikan ke-1 : 21 cm
Panjang ikan ke-2 : 20 cm
Panjang ikan ke-3 : 20 cm
Panjang ikan ke-4 : 20 cm
Panjang ikan ke-5 : 21 cm
Panjang ikan ke-6 : 19 cm
Panjang rata-rata :
20.16 cm
Maka factor kondisi ikan tersebut
yaitu :
K = 100 x M
L 3
M = Berat ikan (gr)
L = Panjang ikan (cm)
Dimana :
K = 100 x 96,66
20,163
= 9666
8193,5401
= 1,1
Maka ikan tersebut termasuk
kedalam ikan sakit
Sesuai dengan penelitian yang
menunjukan bahwa ikan sehat dengan nilai K = 1.9 sedangkan ikan sakit dengan
nilai K = 1.6 dan ikan yang mempunyai nilai K = 1.4 ikan tidak dapat hidup
lagi.
4.
Buatlah larutan KMnO4 dengan konsentrasi 2 ppm, 4 ppm dan 6 ppm. kemudian
masukkan larutan KMnO4 tersebut kedalam akuarium yang telah disediakan. Beri
kode untuk akuarium yang berisi larutan KMnO4 2 ppm dengan kode : A, untuk
akuarium yang berisi larutan KMnO4 4 ppm dengan kode : B dan akuarium yang berisi
larutan KMnO4 6 ppm dengan kode : C.
5.
Masukanlah ikan ke-1 dan ke-2 kedalam akuarium A, ikan ke-3 dan ke-4, kedalam
akuarium B dan ikan ke-5 dan ke-6 kedalam akuarium C.
6.
Amati tingkah laku ikan didalam akuarium A, B, dan C kemudian catatlah setiap
perubahan tingkah laku dan kondisi fisik yang terjadi pada ikan setiap 5
menit, sampai selama 30 menit.
Jelaskan hasil pengamatan anda dan buatlah
kesimpulan :
1.
Perlakuan A (10 ppm) : pada perlakuan 2 ppm, dapat digunakan perlakuan
pengobatan dengan jangka waktu panjang karena masih dapat di tolerir oleh
ikan
2.
Perlakuan B (20 ppm) : pada perlakuan ini ikan hanya dapat dicelup karena
ikan menunjukan gejala- gejala yang abnormal
3.
Perlakuan C (30 ppm) : pada perlakuan ini tidak dapat digunakan karena dapat
menyebabkan kematian karena kekurangan O2 yang disebabkan oleh PK
|
4.2 Pembahasan
A. IkanMas (Oreochromis
niloticus) dengan pengobatan menggunakan
garam (NaCl)
ü Perlakuan A (10 ppt) : ikan tidak
menunjukkan gejala tingkah laku yang berarti, hal ini menunjukan bahwa
pengobatan dengan perendaman 10 ppt (garam) dan waktu 30 menit ikan mampu
bertahan.
ü Perlakuan B (20ppt) : pada perlakuan
ini ikan mampu bertahan, namun tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan
sehingga sering berdiam diri (hanya mampu dicelup).
ü Perlakuan C (30ppt) : ikan
menunjukan gejala yang berarti, sehingga menyebabkan ikan stress dan perlakuan
ini tidak cocok digunakan.
Dari
hasil yang telah didapatkan dengan menggunakan pengamatan tingkah laku ikan
selama penelitian menunjukan bahwa dari masing-masing perlakuan menunjukan
respon yang berbeda-beda.
Bahwasannya penyakit ikan sudah mati
pada perlakuan 10 ppt dalam waktu 30 menit tetapi yang menjadi bahasan disini
yaitu perlakuan mana yang paling tepat untuk mengobati ikan Mas tersebut. Karena apabila di kisaran
30 ppt dalam waktu 30 menit ikan menunjukan gejala dimana di ujung-ujung sirip
ikan mas mengeluarkan darah. Dan itu
menunjukan ikan tidak cocok dengan menggunakan pengobatan dengan kisaran 30 ppt
mungkin hanya cukup dengan metode celup.
Maka baiknya untuk pengobatan ikan mas dengan menggunakan garam (NaCl) ini
di kisaran 10 ppt dengan waktu 30 menit karena ikan cenderung bersifat normal
dengan lingkungannya.
B. Ikan Lele (Clarias gariepinus) dengan pengobatan menggunakan
Kalium permanganate (KMnO4)
ü Perlakuan A (10 ppm) : pada
perlakuan 2 ppm, dapat digunakan perlakuan pengobatan dengan jangka waktu
panjang karena masih dapat di tolerir oleh ikan.
ü Perlakuan B (20 ppm) : pada
perlakuan ini ikan hanya dapat dicelup karena ikan menunjukan gejala- gejala
yang abnormal.
ü Perlakuan C (30 ppm) : pada
perlakuan ini tidak dapat digunakan karena dapat menyebabkan kematian karena
kekurangan O2 yang disebabkan oleh PK.
Dari
hasil yang telah didapatkan dengan menggunakan pengamatan tingkah laku ikan
selama penelitian menunjukan bahwa dari masing-masing perlakuan menunjukan
respon yang berbeda-beda.
Bahwasannya
penyakit ikan sudah mati pada perlakuan 2 ppm dalam waktu 30 menit tetapi yang
menjadi bahasan disini yaitu perlakuan mana yang paling tepat untuk mengobati
ikan lele tersebut.
Karena
pada kisaran 6 ppm dengan waktu 30 menit perlakuan ini tidak dapat digunakan
karena dapat menyebabkan kematian karena kekurangan O2 yang
disebabkan oleh Kalium permanganate (KMnO4) karena dilihat dari tingkah laku
ikan menunjukan ikan cenderung tidak diam dan selalu loncat-loncat dan berenang
dipermukaan air.
Sedangkan
dengan perlakuan 4 ppm dengan waktu 30 menit perlakuan ini hanya cukup dicelup
saja tetapi masih bisa dilakukan pengobatan dengan mengunakan 4 ppm tetapi
dengan jangka waktu 20 menit karena ikan masih bersifat normal. Yang lebih baik
digunakan adalah dengan menggunakan perlakuan 2 ppm dengan waktu 30 ppm karena
ikan masih bisa merespon dengan baik dengan lingkungannya termasuk dalam
pemberian kalium permanganate.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan diatas diperoleh kesimpulan bahwa
pelaksanaan praktikum Hama dan Penyakit Ikan mengenai Pengobatan ikan sakit
menggunakan larutan garam dan Kalium Permanganat menunjukan hasil yang cukup
mengejutkan dan baik.Dimana ikan sakit tersebut mampu bertahan hidup dengan
dosis obat yang tinggi. Meskipun ikan-ikan tersebut
menunjukan respon yang agresif.
Ø Ikan Nila
Dari kegiatan yang dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa,
pengobatan paling cocok untuk ikan yang sakit kali ini adalah pada perlakuan 10
ppt dilihat dari ketahanannya ikan / kemampuan bertahan hidupnya.
Ø Ikan Lele
Dari kegiatan yang dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa pengobatan
yang paling cocok untuk ikan yang sakit adalah pada perlakuan 2 ppm dan bisa
dilihat ketahanan dan kemampuan bertahan hidup.
5.2 Saran
Dalam melakukan praktikum,
seharusnya praktikan lebih mengikuti prosedur kerja yang telah diberikan oleh
dosen pembimbing. Semua alat yang telah digunakan, harus selalu di sterilisasi
agar alat yang telah digunakan dan ketika digunakan lagi tidak terkontaminasi,
oleh parasit yang ada di bagian yang telah di amati.
DAFTAR PUSTAKA
ü Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya.
Jakarta.
ü Kurniastuty, dkk., 2004. Hama dan Penyakit Ikan. Balai budidaya
Laut Lampung. Lampung.
ü Afrianto, E
dan Liviawaty. 1992. Pengendalian
Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius.
Yogyakarta.
ü Akses internet www.google.comhttp://pengendalianhamapenyakitikan dengan garam dan kalium
permanganate. 2012
Komentar
Posting Komentar