Harefa (1996) mengatakan bahwa penetasan kista artemia dapat
dilakukan dengan 2 cara, yaitu penetasan langsung dan penetasan dengan cara
dekapsulasi.
Cara dekapsulasi dilakukan dengan mengupas bagian luar kista
menggunakan larutan hipoklorit tanpa mempengaruhi kelangsungan hidup embrio.
Cara dekapsulasi merupakan cara yang tidak umum digunakan pada panti-panti
benih, namun untuk meningkatkan daya tetas dan meneghilangkan penyakit yang
dibawa oleh kista artemia cara dekapsulasi lebih baik digunakan.
Langkah-langkah penetasan kista artemia dengan cara
dekapsulasi yaitu dengan cara kista artemia dihidrasi dengan menggunakan air
tawar selama 1-2 jam, kemudian kista disaring menggunakan plankton net 120
mikronm dan dicuci bersih. Tahap selanjutnya kista dicampur dengan larutan
kaporit/klorin dengan dosis 1,5 ml per 1 gram kista, kemudian diaduk hingga
warna menjadi merah bata, lalu kista segera disaring menggunakan plankton net
120 mikronm dan dibilas menggunakan air tawar sampai bau klorin hilang, barulah
siap untuk ditetaskan selanjutnya kista akan menetas setelah 18-24 jam.
Pemanenan dilakukan dengan cara mematikan aerasi untuk memisahkan cytae yang
tidah menetas dengan naupli artemia (Harefa, 1996).
Purwakusuma (2008) kista hasil dekapsulasi dapat segera
digunakan (ditetaskan) atau disimpan dalam suhu 0-4 oC dan digunakan sesuai
kebutuhan. Dalam kaitannya dengan proses penetasan Chumaidi et al (1990)
mengatakan kista setelah dimasukan ke dalam air laut (5-70 ppt) akan mengalami
hidrasi berbentuk bulat dan di dalamnya terjadi metabolisme embrio yang aktif,
sekitar 24 jam kemudian cangkang kista pecah dan muncul embrio yang masih
dibungkus dengan selaput. Pada saat ini panen segera akan dilakukan.
Komentar
Posting Komentar