BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Ikan lele merupakan salah satu jenis
ikan air Tawar yang sudah dibudidayakan secara luas oleh masyarakat terutama di
Pulau Jawa. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan dapat dibudidayakan di
lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi, teknologi
budidaya relatif mudah dikuasai oleh masyarakat, pemasarannya relatif mudah dan
modal usaha yang dibutuhkan relatif rendah.
Pengembangan usaha budidaya ikan
lele semakin meningkat setelah masuknya jenis ikan lele dumbo ke Indonesia pada
tahun 1985. Keunggulan lele dumbo dibanding lele lokal antara lain tumbuh lebih
cepat, jumlah telur lebih banyak dan lebih tahan terhadap penyakit. Namun
demikian perkembangan budidaya yang pesat tanpa didukung pengelolaan induk yang
baik menyebabkan lele dumbo mengalami penurunan kualitas. Hal ini karena adanya
perkawinan sekerabat (inbreeding), seleksi induk yang salah atas penggunaan induk
yang berkualitas rendah.
Sebagai upaya perbaikan mutu ikan
lele dumbo, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi telah
berhasil melakukan rekayasa genetik untuk menghasilkan lele dumbo strain baru
yang diberi nama lele “Sangkuriang”.
Seperti halnya sifat biologi lele
dumbo terdahulu, lele Sangkuriang tergolong omnivora. Di alam ataupun
lingkungan budidaya, lele sangkuriang dapat memanfaatkan plankton, cacing,
insekta, udang-udang kecil dan mollusca sebagai makanannya. Keunggulan dari
lele sangkuriang ini diantaranya dapat dipijahkan sepanjang tahun, fekunditas
telur yang tinggi, dapat hidup pada kondisi air yang marjinal dan efisiensi
terhadap pakan yang tinggi.
B.
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui beberapa
hal tentang ikan lele, seperti klasifikasi ilmiah, morfologi, kebiasaan hidup,
dan lain-lain.
2.
Untuk mengetahui teknik
perbaikan genetika melalui kawin silang.
3.
Untuk mengetahui teknik
pembenihan ikan lele secara buatan.
4.
Untuk memenuhi salah
satu tugas Mata Kuliah Sistem dan Teknologi Budidaya Perikanan.
C.
Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah
ini adalah sebagai bahan untuk menambah wawasan kita tentang Pembenihan
dan Perbaikan Genetika Ikan Lele dengan Metode Silang Balik Menjadi Lele
Sangkuriang.
BAB II
ISI
A.
Klasifikasi
Ikan Lele Sangkuriang
Lele
sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetika lele dumbo melalui silang balik
(backcross). Sehingga klasifikasinya sama dengan lele dumbo yakni:
Phyllum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas
: Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Siluroidea
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias sp
B.
Ciri-ciri Morfologi
Menurut
Anonimus (2005) secara umum morfologi ikan lele sangkuriang tidak memiliki
banyak perbedaan dengan lele dumbo yang selama ini banyak dibudidayakan. Hal
tersebut dikarenakan lele sangkuriang sendiri merupakan hasil silang dari induk
lele dumbo.
Tubuh
ikan lele sangkuriang mempunyai bentuk tubuh memanjang, berkulit licin,
berlendir, dan tidak bersisik. Bentuk kepala menggepeng (depress), dengan mulut
yang relatif lebar, mempunyai empat pasang sungut. Lele Sangkuriang memiliki
tiga sirip tunggal, yakni sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur.
Sementara itu, sirip yang yang berpasangan ada dua yakni sirip dada dan sirip
perut. Pada sirip dada (pina thoracalis) dijumpai sepasang patil atau duri
keras yang dapat digunakan untuk mempertahankan diri dan kadang-kadang dapat
dipakai untuk berjalan dipermukaan tanah atau pematang. Pada bagian atas
ruangan rongga insang terdapat alat pernapasan tambahan (organ arborescent),
bentuknya seperti batang pohon yang penuh dengan kapiler-kapiler darah.
C.
Habitat Hidup
Lele
sangkuriang dapat hidup di lingkungan yang kualitas airnya sangat jelek.
Kualitas air yang baik untuk pertumbuhannya yaitu:
O2 : 6 ppm
CO2 : Kurang dari 12 ppm
Suhu :
24-26 oC
pH :
6-7 ppm
NH3 :
Kurang dari 1 ppm, dan
Kecerahan : 30 cm
D.
Tingkah Laku
Ikan lele dikenal aktif pada malam hari (nokturnal). Pada
siang hari, ikan lele lebih suka berdiam didalam lubang atau tempat yang tenang
dan aliran air tidak terlalu deras. Ikan lele mempunyai kebiasaan mengaduk-aduk
lumpur dasar untuk mencari binatang-binatang kecil (bentos) yang terletak di dasar
perairan (Simanjutak, 1989).
E.
Proses Perbaikan Genetik
Lele Sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetik melalui
cara silang balik (back cross) antara induk betina generasi kedua (F2) dengan
induk jantan generasi keenam (F6). Kemudian menghasilkan jantan dan betina
F2-6. Jantan F2-6 selanjutnya dikawinkan dengan betina generasi kedua (F2)
sehingga menghasilkan lele sangkuriang. Induk betina F2 merupakan koleksi yang
ada di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi yang
berasal dari keturunan kedua lele dumbo yang diintroduksi dari Afrika ke
Indonesia tahun 1985. Sedangkan induk jantan F6 merupakan sediaan induk yang ada
di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi.
F.
Teknik Pembenihan
1.
Pemeliharaan Induk
Faktor penting dalam pembenihan ikan lele sangkuriang yaitu
kualitas induk yang akan dipijahkan. Kualitas induk yang baik dapat dilihat
dari postur tubuh yang proporsional, tidak ada cacat dan luka pada tubuh ikan,
serta gerakan ikan yang lincah. Induk yang dipijahkan pada waktu melaksanakan
kegiatan PKL berasal dari kolam pemeliharaan induk di Sub Unit Kolam Air Deras
(SUKAD) Cisaat, BBPBAT Sukabumi. Induk yang dipelihara berumur antara (1-2,5)
tahun dengan bobot (0,75-2) kg dan kepadatan 5 ekor/m3. Induk jantan dan betina
dipelihara secara terpisah hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam
penyeleksian.
Kolam yang digunakan berupa kolam beton terbuka berbentuk
persegi panjang yang berukuran 10 m x 2 m x 1,5 m dan kolam beton yang
dilengkapi dengan penutup berupa jaring kawat, kolam tersebut berukuran 5 m x 2
m x 1,5 m. Menurut Prihartono dkk (2000), dalam pembenihan ikan lele
sangkuriang, induk merupakan sarana produksi paling penting. Oleh karena itu,
agar hasil pembenihan memuaskan, induk yang digunakan harus unggul. Untuk
mendapatkan induk yang unggul, perlu dilakukan pemeliharaan induk secara
khusus. Selama pemeliharaan padat tebar induk perlu diperhatikan karena akan
berpengaruh pada pertumbuhan dan tingkat stress ikan. Induk ikan lele
sangkuriang dipelihara dalam kolam atau bak berukuran (3 x 4) m2
dengan padat tebar 5 kg/m2.
Pakan yang diberikan selama pemeliharaan adalah pakan apung
komersil merk Hi-Pro-Vite 781 dengan kandungan protein 30%-33% yang bertujuan
untuk mempercepat pematangan gonad. Pemberian pakan dilakukan dengan frekuensi
2 kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 07.00 WIB dan sore hari pukul 16.00
WIB, sebanyak 3%-5% dari bobot total dengan kandungn gizi: Protein 33%, Lemak
5%, Serat 6%, Abu 8% dan Kadar air 13%. Upaya untuk memperoleh induk matang
telur menurut Prihartono dkk (2000), adalah dengan memberikan pakan komersil
yang memiliki kadar protein diatas 20%. Pakan yang diberikan sebanyak 4% dari
total bobot tubuh ikan setiap hari pada pagi dan sore hari. Bila sudah matang
gonad, induk dapat diseleksi.
2.
Pemijahan
Umur induk betina lele sangkuriang siap dipijahkan berumur
> 1 tahun, massa (0,7-1) kg dengan panjang standar (25-30) cm, sedangkan
induk jantan antara lain yaitu berumur > 1 tahun, massa (0,5-0,75) kg,
dengan panjang standar (30-35) cm. Induk betina yang sudah matang gonad, secara
fisik ditandai dengan perut yang membesar dan lembek, tonjolan alat kelamin
membulat dengan warna merah keungu-unguan dan tampak membesar, bila dilihat
secara kasat mata warna telur terlihat hijau tua bening atau coklat
kehijau-hijauan, tulang kepala agak meruncing, gerakannya lamban. Sedangkan
induk jantan ditandai dengan warna tubuh yang lebih mencolok dari betina yaitu
terlihat kemerah-merahan pada bagian sirip punggung (dorsal), dengan bentuk
genital yang meruncing dan memanjang melebihi ujung sirip anal yang letaknya
berdekatan dengan anus, tulang kepala lebih mendatar (pipih) dibanding induk betina,
perut tetap ramping dan gerakannya yang lincah. Jika diurut secara perlahan
pada bagian kelaminnya, akan mengeluarkan cairan putih susu yang kental, cairan
itulah yang dinamakan sperma.
Menurut Suyanto (1999), lele sangkuriang mulai dapat
dijadikan induk pada umur (8-9) bulan dengan massa minimal 500 gram. Telur akan
menetas dalam tempo 24 jam setelah memijah dengan kemampuan memijah sepanjang
tahun tanpa mengenal musim. Menurut Prihartono, dkk (2000), tanda-tanda induk
jantan yang telah siap memijah diantaranya alat kelamin tampak jelas
(meruncing), perutnya tampak ramping, jika perut diurut akan keluar spermanya,
tulang kepala agak mendatar dibanding dengan betinanya, jika warna dasar
badannya hitam (gelap), warna itu menjadi lebih gelap lagi dari biasanya.
Sedangkan untuk induk betina alat kelaminnya bentuknya bulat dan kemerahan,
lubangnya agak membesar, tulang kepala agak cembung, gerakannya lamban, warna
badannya lebih cerah dari biasanya.
Metode pemijahan yang digunakan di BBPBAT Sukabumi yaitu metode
pemijahan secara buatan (Induced Breeding). Pemijahan buatan menggunakan induk
jantan dan betina dengan perbandingan 1 : 3 (1 induk jantan, 3 induk betina).
Pemijahan buatan dilakukan dengan penyuntikan hormon perangsang (ovaprim) yang
bertujuan untuk mempercepat proses ovulasi pada induk betina. Dosis hormon
ovaprim yang digunakan adalah 0,2 ml/kg induk ikan yang diencerkan dengan
menambahkan larutan Sodium Chloride 0,9% untuk seluruh jumlah induk ikan.
Metode pemijahan dengan cara induce breeding menurut Effendi (2004), bila
menggunakan ovaprim dosisnya 0,3 ml/kg induk; streeping, induk jantan dan induk
betina pada pemijahan ini harus dipisahkan. Setelah (10-12) jam dari
penyuntikan, induk betina siap di-streeping.
Berdasarkan hasil penimbangan induk selama praktek,
diperoleh data massa induk betina sebesar 13 kg yang berasal dari 12 ekor
jumlah induk dengan massa telur sebesar 1 kg. Setelah data massa induk
diperoleh, maka diketahui jumlah hormon ovaprim yang dibutuhkan yaitu sebanyak
2,6 ml. Untuk campuran homon ovaprim dan sodium chloride diperlukan dosis
sebanyak 0,5 ml/ekor, maka jumlah campuran yang dapat diperoleh adalah 6 ml.
Dari perhitungan sebelumnya, maka diketahui jumlah sodium chloride yang
digunakan adalah 3,4 ml. Waktu antara penyuntikan dengan ovulasi yaitu (10-12)
jam tergantung suhu inkubasi induk (suhu selama praktek + 23 oC).
Penyuntikan dilakukan pada malam hari sekitar pukul 20.00 WIB sehingga proses
pengeluaran telur (streeping) dapat dilakukan pada pagi hari sekitar pukul
08.00 WIB hal ini bertujuan agar hasil streeping yang dihasilkan dapat
maksimal, karena suhu air pada pagi hari relatif stabil sehingga tingkat stress
yang ditimbulkan pada induk relatif kecil dan untuk mempermudah mengamati
ovulasi. Penyuntikan dilakukan 1 kali secara intramuskular, yaitu penyuntikan
pada bagian otot punggung induk lele sangkuriang.
3.
Streeping dan Pembuahan
Pada selang waktu (10-12) jam setelah penyuntikan dilakukan
pemeriksaan terhadap induk betina dan dinyatakan ovulasi. Setelah itu, segera dilakukan
penyediaan cairan sperma. Penyediaan cairan sperma dilakukan dengan pengambilan
kantong sperma dengan jalan pembenahan. Induk jantan dibedah dengan menggunakan
gunting dari arah genital ke arah kepala, kemudian kantong sperma diambil dan
dibersihkan dengan menggunakan kertas tissu. Sperma dikeluarkan dengan cara
menggunting kantong sperma pada bagian sisinya, lalu diperas dan diencerkan
dengan menggunakan larutan Sodium Chloride 0,9%. Perbandingan yang digunakan
yaitu 250 ml Sodium Chloride 0,9% untuk sperma yang berasal dari 1 ekor induk
jantan.
Setelah larutan sperma siap, dilakukan pengeluaran telur
dengan cara pengurutan. Pada bagian kepala dipegang dengan menggunakan kain lap
agar tidak licin, kemudian bagian perut diurut dari dada ke arah genital secara
perlahan-lahan (Streeping). Telur yang keluar ditampung dalam wadah plastik
yang bersih dan kering. Fekunditas telur yang dihasilkan induk lele sangkuriang
setelah dilakukan sampling adalah 138 butir dalam 0,22 gram. Setelah
dikonfersikan diketahui jumlah telur sebanyak 627.273 butir/kg telur atau sekitar
52.273 butir/ekor induk.
Sperma yang telah tersedia dicampurkan dengan telur dan
diaduk menggunakan bulu ayam. Setelah teraduk merata tuangkan air secukupnya
kemudian digoyang-goyangkan lagi secara perlahan. Pemberian air diperlukan
untuk mengaktifkan sperma karena saat dalam larutan fisiologis sperma belum
aktif, membuka mikrofil pada telur ikan, dan untuk membersihkan telur dari
sisa-sisa sperma yang tidak aktif/mati.
Menurut Anonimus (2005) ovulasi adalah puncak dari
kematangan gonad, dimana telur yang telah masak harus dikeluarkan dengan cara
dipijit pada bagian perut (streeping). Induk jantan diambil spermanya melalui
pembedahan. Pencampuran telur dan sperma dilakukan dengan menggunakan bulu ayam
sampai sperma dan telur tercampur merata. Untuk meningkatkan pembuahan, maka
telur dan sperma dapat ditambahkan dengan garam dapur sebanyak 4000 ppm sambil
diaduk dan ditambahkan air sedikit demi sedikit. Setelah tercampur kemudian
dilakukan pembersihan dengan penggantian air sebanyak (2-3) kali. Telur yang
dibuahi akan mengalami pengembangan dengan ukuran telur yang terlihat lebih
besar dan berwarna hijau tua, sedangkan telur yang tidak dibuahi berwarna
putih.
4.
Penetasan Telur
Penetasan telur dilakukan pada hapa berukuran (2 x 1 x 0,2)
m3 yang dipasang pada bak fiber persegi panjang berukuran (4 x 2 x 0,8)
m3 yang sebelumnya telah diisi air setinggi 50 cm. Kemudian hapa
diberi pemberat berupa besi behel ukuran 5 mm, berbentuk persegi panjang
seperti dasar hapa. Hapa penetasan dialiri air secara terus menerus dengan
debit air 40 ml/detik, selain itu juga bak penetasan diberi aerasi sebagai
penyuplai oksigen.
Sebelum telur ditebar, terlebih dahulu dilakukan pencucian
telur dari sisa sperma, dan diambil beberapa butir telur untuk dijadikan sample
penghitungan telur yang tidak dibuahi, telur yang dibuahi tapi rusak, serta
daya tetas telur (HR) sebanyak 723 butir dalam wadah sampling yang terpisah.
Telur ditebar secara merata di dalam 4 hapa dengan padat tebar sekitar 156.818
butir/hapa dan menetas sekitar (30-36) jam setelah pembuahan pada suhu (23-24) oC.
Selama masa inkubasi, kondisi telur terus diamati.
Pengamatan dilakukan untuk melihat telur yang tidak dibuahi, telur yang dibuahi
tapi rusak, dan daya tetas telur (HR). Untuk mengetahui kondisi telur yang
tidak dibuahi dapat diketahui pada jam ke-8 setelah penebaran telur, kondisi
itu dapat diketahui dengan melihat warna telur yang berubah menjadi putih.
Sedang untuk mengetahui kondisi telur yang dibuahi tapi kemudian rusak/gagal
dapat diketahui setelah telur menetas.
Menurut Susanto (1989), penetasan telur dilakukan di dalam
bak fiber yang berukuran (2 x 1 x 0,3) m3 dan ketinggian air sekitar (30-40)
cm. Biasanya telur-telur akan menetas selama (1-2) hari setelah pemijahan pada
suhu (25-30) oC. Kondisi air yang hangat akan semakin meningkatkan
daya tetas telur (>90%). Dari hasil pengamatan sample selama PKL sebanyak
723 butir diketahui telur yang tidak tidak dibuahi sebanyak 6 butir (0,83%),
telur yang dibuahi tapi rusak sebanyak 11 butir (1,52%), dan telur yang
berhasil menetas sebanyak 706 butir (97,65%). Total keseluruhan telur yang
menetas adalah sebanyak 612.532 butir. Dari hasil sample yang ada menunjukkan
bahwa, walaupun pada suhu di bawah 250C (23-24)0C jika ditunjang dengan
kualitas induk dan telur yang baik maka HR yang dihasilkan dapat maksimal.
5.
Pemeliharaan Larva
Telur lele sangkuriang akan menetas sekitar (30-36) jam
setelah pembuahan pada suhu (23-24) oC. Pemeliharaan larva pasca
penetasan telur dilakukan pada hapa penetasan telur yang dialiri air dan
dilengkapi dengan aerasi yang tidak terlalu kencang agar larva tidak teraduk.
Pemeliharaan larva dalam happa dilakukan selama (4-5) hari tanpa diberi pakan,
karena larva pada saat itu masih memanfaatkan kuning telur yang ada dalam tubuh
larva itu sendiri.
Memasuki hari ke-5 dan seterusnya kuning telur dalam tubuh
larva telah habis, larva selanjutnya dipindahkan ke dalam bak fiber untuk
dipelihara lebih lanjut. Pemeliharan larva dalam bak fiber dilakukan sejak ikan
memasuki umur 5 hari hingga 21 hari. Larva dipelihara dalam bak fiber berukuran
4 m x 2 m x 0,8 m dan diisi air sebanyak 1/2 dari tinggi bak dengan padat tebar
15.625 ekor/ m3. Jadi jumlah penebaran larva dalam bak fiber sebanyak 100.000
ekor.
Selama dalam pemeliharaan di dalam fiber, larva umur 5 hari
diberi pakan cacing sutra (tubifex sp). Sebelum diberikan, cacing sutra
tersebut dicincang terlebih dahulu. Hal itu dilakukan karena ukuran bukaan mulut
ikan yang masih kecil. Pemberian cacing sutra cincang diberikan hingga larva
berumur 12 hari. Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 50 gr setiap kali
pemberian pakan pada pagi dan sore hari. Setelah ikan berumur lebih dari 12
hari selanjutnya larva ikan diberi pakan cacing sutra utuh dengan jumlah pakan
sebanyak 75 gr setiap kali pemberian pakan pada pagi dan sore hari. Pemberian
pakan, selama masa pemeliharaan larva lele sangkuriang diberikan pakan alami
dan pakan tambahan. Menurut Mujiman (2000), Pemberian pakan alami disesuaikan
dengan ukuran benih. Biasanya efektivitas pertumbuhan benih yang memakan
plankton alami berkisar (2-3) minggu sejak ditebar ke kolam. Pakan tambahan
diberikan dengan dosis 3%-5% dari bobot populasi ikan dan diberikan dua sampai tiga
kali sehari, pemberiannya dimulai sejak hari kedua setelah benih ditebar.
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup larva, maka
lingkungan yang baik harus tetap terjaga. Menurut Lukito (2002), dalam kegiatan
pengontrolan kualitas air meliputi pergantian air dengan pengaturan volume air
dan penyiponan. Pengelolaan kualitas air selama PKL, dilakukan dengan melakukan
penyifonan bak pemeliharaan larva setiap pagi hari sebelum pemberian pakan dan
penggantian air sebanyak 50%. Penyifonan dilakukan untuk membersihkan sisa-sisa
pakan dan kotoran yang terdapat di dasar bak pemeliharaan larva. Sedangkan
untuk menambah oksigen terlarut dalam bak pemeliharaan larva, air dalam bak
pemeliharaan diberikan aerasi secara terus menerus.
Selama pemeliharaan larva dalam bak fiber tidak
memperlihatkan gejala-gejala bahwa ikan terserang hama penyakit. Jika dilihat
dari gerakannya yang normal dan nafsu makan yang relatif tinggi menandakan
kondisi ikan sehat dan normal. Meskipun kondisi ikan dalam kondisi yang baik,
selama dalam pemeliharaan, larva ikan lele sangkuriang tetap diberikan
perawatan sebagai upaya pengendalian hama penyakit untuk pencegahan. Menurut
Lukito (2004), kegiatan pengendalian hama penyakit meliputi pencegahan dan
pengobatan. Tindakan pencegahan yang dilakukan selama PKL yaitu dengan
memberikan garam sebanyak 3 kg dalam 3,2 m3 air (1 ppt).
6.
Panen
Larva yang telah berumur 21 hari warna tubuhnya tampak
kehitaman dan sudah menyebar dipermukaan air, hal ini menandakan bahwa larva
siap dipanen untuk langsung dijual atau ditebar ke kolam pendederan yang sudah
disiapkan sebelumnya. Pemanenan larva didahului dengan menutup saluran
pemasukan air dan membuka outlet. Kemudian pada pipa outlet dipasang seser
halus untuk menampung benih.
Menurut Prihartono dkk (2000), larva lele sangkuriang umur
satu minggu telah siap untuk dipanen. Selama kegiatan pemanenan perlu adanya
perlakuan tertentu karena lele sangkuriang merupakan jenis ikan yang tidak
bersisik, tetapi tubuhnya berlendir. Oleh karena tidak bersisik maka tubuhnya
sangat mudah mengalami lecet dan luka.
Lecet atau luka pada lele sangkuriang dapat disebabkan oleh
penggunaan peralatan yang sembarangan, cara panen yang kurang baik dan waktu
panen yang kurang tepat.
Hasil sampling bahwa larva lele sangkuriang umur 21 hari
kepadatan per mili liternya yaitu 150 ekor atau 15.000 ekor per 100 ml,
sedangkan larva yang dipanen sebanyak 5 gelas. Sehingga total larva yang
dipanen sebanyak 75.000 ekor (SR 75%). Larva diangkat atau dipindahkan dengan
menggunakan beker glass berukuran 100 ml ke dalam baskom penampungan atau
langsung dipacking ke dalam kantong plastik berukuran 40 cm x 60 cm dua rangkap
dan telah diisi air sebanyak (4-6) liter, kemudian diberi oksigen sebanyak 2/3
dan diikat dengan menggunakan karet gelang. Kepadatan larva per kantong
tergantung jarak pengangkutan atau permintaan dari pembeli. Tapi biasanya berkisar
antara (15.000-30.000) ekor larva dalam setiap kantong. Setelah packing, benih
siap dikirim ke tempat yang dituju.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Metode
pemijahan yang dilakukan terhadap ikan lele sangkuriang di BBPBAT Sukabumi
adalah menggunakan metode pemijahan buatan berupa kawin suntik (induce
breeding). Tahapan pelaksanaan kegiatan pemijahan kawin suntik (induce
breeding) diantaranya: pemeliharaan induk, pemijahan induk, penetasan telur,
pemeliharaan larva, pemanenan dan penanganan larva.
Permasalahan
yang dihadapi selama pembenihan ikan lele sangkuriang yaitu pada saat
pemeliharaan induk. Pada saat pemeliharaan, induk terkena serangan Aeromonas
sp. Langkah awal yang diberikan yaitu dengan mengkarantina induk yang terserang
penyakit dalam satu kolam serta memberikan antibiotik (merek dagang Oxy san)
dengan dosis 15 gr/30 kg pakan dan vitamin C (merek dagang Premium C) dengan
dosis 7,5 gr/30 kg pakan pada pakan.
Faktor
penting dalam kelangsungan budidaya adalah tersedianya benih yang cukup dari
segi kualitas dan kuantitasnya. Sedangkan tersedianya benih yang memadai
dipengaruhi oleh kualitas induk, keadaan lingkungan yang cocok, pakan yang
cukup serta pengelolaan yang baik dan terencana.
A.
Saran
Setelah
penulis membaca makalah diatas dengan seksama, maka penulis menyarankan agar:
1.
Dalam melakukan proses
pemijahan, diharapkan agar alat yang digunakan selalu dalam keadaan yang bersih
untuk mencegah tumbuhnya penyakit pada ikan lele yang dibudidayakan.
2.
Pemeliharaan induk
harus dilakukan dengan intensif, terutama dalam pemberian pakan agar dapat
memepercepat proses kematangan gonad induk yang dipelihara.
3.
Induk ikan lele yang
telah dipijahkan sebaiknya dipelihara terlebih dahulu sampai induk tersebut
sudah benar-benar siap untuk dipijahkan lagi.
4.
Jangan memaksa untuk
menyuntik atau memijahkan induk yang belum siap pijah, karena selain akan
menghasilkan larva yang buruk, hasilnya juga tidak akan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Pembenihan dan Perbaikan Genetika
Ikan Lele dengan Metode Silang Balik Menjadi Lele Sangkuriang, http://sangkuriangtasikmalaya.blogspot.com/2011/02/pembenihan-dan-perbaikan-genetika-ikan.html,
2011. (Diunduh
pada hari Rabu, 4 Agustus 2011 pukul 21.00 WIB).
trimakasih atas infonya...
BalasHapusminta izin copas, nambah ilmu ternak lele... sukses selalu...